Kamis, 01 Maret 2012

Cinta Rahasia Masa Lalu


Pagi ini begitu cerah setelah beberapa hari ini mendung, mendung, dan hujan yang deras mengguyur daerah tempatku tinggal. Tidak seperti hari hari kemarin, hari ini aku tidak malas untuk keluar belanja sayur yang biasanya keliling di komplek kami. Saat belanja aku tak sengaja dengar Tante Anne, tetangga sebelah rumahku sedang pamer bahwa puteranya hari ini akan pulang dari Amerika.
“Arman..dia akan pulang hari ini?”, pikirku.
Sudah lama juga aku tak mendengar kabar darinya. Apa kabar dia ya? Tambah tinggikah? Dulu dia tak lebih tinggi dariku. Tambah gantengkah? Ya, meskipun dari dulu dia memang sudah ganteng. Masih suka gak ya dia dengan nasi goreng pinggir jalan setelah beberapa tahun ini tinggal di negeri orang?
---
Sejak kecil aku dan Arman sering bermain bersama. Karena memang rumah kami bersebelahan, kami tumbuh bersama. Aku paling suka waktu kecil bermain pengantin-pengantinan dengannya. Saat itu dia manis sekali. Selalu menuruti apa mauku, karena jika dia menolak aku akan langsung menangis kemudian dia kena marah mama dan juga Tante Anne.
Suatu hari kami pergi ke warung nasi goreng pinggir jalan. Arman sangat suka makan nasi goreng. Hampir setiap hari dia makan masakan ini.
“Heh Arman, kenapa sih kamu tuh suka banget nasi goreng? Padahal banyak tau masakan yang lebih enak dan lebih elit dari masakan pinggir jalan begini..”
“Eh jangan salah Vir., biar ini kita beli di pinggir jalan tapi rasanya gak kalah sama masakan masakan resto yang kamu bilang elit itu..”
“Tapi bosen tau Ar kalo tiap hari gini sih..”
“Yang penting kamu gak bosen kan tiap hari makan bareng aku…hhaha”
---
Tanpa sadar aku tersenyum mengingat masa laluku dengan teman kecilku itu. Tiba-tiba saja handphone ku bergetar pertanda ada yang menelponku. ‘-My Love-’ yang tertera dalam handphoneku.
“Halo..”
“Halo Virlie sayang..lagi apa?”, suara Vanno terdengar di seberang sana. Vanno, dia adalah kekasihku selama beberapa bulan ini. Kami baru resmi jadian usai merayakan pesta tahun baru di tempat sahabatku. Ya, tiba-tiba saja beberapa waktu sebelum pergantian tahun, dia menyatakan perasaannya padaku di hadapan teman-teman. Meskipun sebenarnya aku tak terlalu suka, tapi aku tak ingin menyakitinya. Aku menerimanya.
“Abis belanja sayur nih..”, jawabku singkat.
“Gak lupa kan malam ini kita mau ke pesta ultahnya Nuri? Nanti aku jemput kamu ya..”
“Iya. Ya udah deh ya, mau masak nih udah di tunggu sama mama..”
“Oke sayang. Love you. See you tonight.”
“See you.”, langsung kumatikan telepon darinya.
Aku suka padanya tapi tak pernah bisa kupaksakan hati ini untuk mencintainya. Tapi sudahlah, selama dia tak pernah tau, takkan ada masalah yang terjadi.
---
Sebentar lagi Vanno datang. Kupatut lagi diriku di cermin, dan……perfect. Aku melangkah keluar dari kamarku dan tepat saat itu juga mamaku memanggilku berkata Vanno sudah sampai.
“Ma, Virlie pergi dulu ya..”
“Iya, hati-hati ya sayang. Vanno jagain Virlie ya, jangan pulang terlalu malam, oke?”
“Iya Tante, saya pasti jagain puteri cantik Tante ini kok. Kami pergi dulu Tante..”, pamit Vanno pada mama sambil menggandeng tanganku dan membimbingku ke mobilnya.
Sesampai kami di tempat Nuri, aku benar benar takjub dengan pesta ultahnya yang benar-benar megah. Banyak sekali yang datang, tapi tak banyak yang kukenal. Nuri ini teman Vanno, jadi tentu saja yang hadir di sini adalah teman-teman mereka. Aku tak banyak kenal dengan teman-teman Vanno, tapi kalau dengan Nuri ini bisa dibilang kami dekat.
“Virlie..”, ada yang memanggilku, seketika aku menoleh.
“Nurii...happy birthday ya..”, kupeluk dan kucium pipi kanan-kirinya, dan kuberikan kado yang kubeli kemarin bareng Vanno. Nuri ini sudah seperti kakakku.
“Thankyou ya beb.. Owh iya, mana Vanno?”
“Lagi ambil minum tuh., owh iya mana cowok kamu yang katanya mau dateng kan malam ini? Jangan jangan dia lupa lho..hhaha”
“Enak aja, sembarangan kamu. Lagi di jalan katanya.”
Nuri sering sekali menceritakan pacarnya yang dia kenal lewat dunia maya. Aku sering mendengar cerita tentang lelaki itu tanpa tau namanya dan tak berniat pula untuk tau tentangnya. Hanya sekedar mendengarkan Nuri. Katanya lelaki itu sedang melanjutkan study nya di luar negeri. Aku tidak yakin, takut Nuri dibohongi. Tapi malam ini di ulang tahun Nuri, dengar dari Nuri lagi, lelaki itu akan meluangkan waktu datang dari bermil-mil jauhnya hanya untuk mengucapkan ‘Happy Birthday’ langsung untuknya. Jadi penasaran juga siapa sebenarnya lelaki itu.
Sedang berbincang dengan Nuri, tiba-tiba saja lampu mati kemudian disusul dengan suara dentingan piano dan seorang lelaki bernyanyi merdu. Mungkinkah itu lelaki yang selalu diceritakan Nuri? Diakah lelaki itu yang ingin memberi kejutan untuk pujaan hatinya, Nuri? Aku seperti pernah mendengar suara ini? Siapa dia? Dari tempatku berdiri aku tak bisa melihatnya dengan jelas. Beruntung Nuri ada di sampingku, jadi lelaki itu berjalan mendekati kami, Nuri maksudku.
Dia sudah dekat. Dia hampir sampai ke tempat kami berdiri. Dan saat aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.. Ya Tuhan…dia…
“Happy birthday Nuri, my little angel”, ucapnya kemudian memeluk Nuri.
“Thankyou Arman..”
Arman.. ya, dia adalah Arman. Arman tetanggaku. Arman teman kecilku. Arman yang pernah mengisi hatiku.
Tubuhku terasa ringan sekali, limbung, hampir saja terjatuh karena terkejut dengan datangnya Arman kalau saja tidak ditangkap Vanno dari belakang.
“Virlie, kamu gak apa-apa kan?”, tanya Vanno.
“Virlie.??”, panggil Arman, seperti bingung juga untuk apa aku ada di sini.
“Arman kamu kenal sama Virlie?”, tanya Nuri penasaran dengan ekspresi Arman melihatku.
“Ya, she’s my neighbour.”
“Wow..masa sih? Kebetulan sekali yah..”
“How are you Virlie?”
“He.? A..aku baik baik aja. Kamu gimana?”, jawabku terbata.
“I’m oke.”
Pesta berjalan lancar. Aku rasa semua menikmati acara ini, kecuali aku. Aku tak pernah menyangka Arman kembali dengan cara seperti ini. Arman dan Nuri. Entah kenapa melihat mereka, sakit rasanya. Aku berharap Vanno tak tau apa yang kurasa saat ini.
---
Keesokan harinya, mama mengajakku ke rumah Tante Anne untuk menyambut kepulangan puteranya. Siapa lagi kalau bukan Arman.
“Welcome home ya Arman..”
“Terima kasih Tante. Tante makin cantik aja sih..”
“Ah, kamu ini..tinggal di luar negeri jadi nakal begini ya?hhaha.. Tapi kan Tante emang udah cantik dari dulu Ar..”
“Pantes anaknya juga cantik begini..hhehe”
“Owh jadi ini mau muji anak Tante toh.. hmm ya sudah mama kamu mana?”
“Ada di dapur Tante, lagi bikin kue tuh..”
“Ya udah Tante ke dapur dulu bantuin mama kamu.”
Sepergi mama ke dapur, kami hanya berdua di ruang tamu. Diam. Tak ada yang berkata di antara kami. Setelah beberapa lama, bosan juga rasanya.
“Arman..”, panggilku.
“Akhirnya kamu mau ngomong juga sama aku..”, Arman tersenyum.
“Ke taman komplek yuk Vir., udah lama gak ke sana bareng kamu., kangen juga nih..”
Aku rasa itu lebih baik daripada diam begini di ruang tamu. Akhirnya kami berjalan berdua ke taman. Meskipun tetap dalam diam. Rasanya seperti sedang mengulang masa lalu. Duduk di bangku taman ini seperti dulu. Dipikir-pikir memang sudah lama sekali, terakhir sehari sebelum Arman pergi beberapa tahun lalu. Dulu kami sering seperti ini. Tapi sejak Arman pergi, aku jarang datang ke sini. Karena aku pikir datang ke taman ini hanya akan mengingatkanku pada Arman. Sedang Arman di Amerika belum tentu kan mengingatku. Buktinya saja dia pulang untuk Nuri, bukannya aku.
“Maaf ya Vir..”, Arman memecah keheningan di antara kami berdua.
Pada akhirnya kami memang harus membicarakan ini, meskipun aku tak mau.
“Semua udah berlalu Ar., tak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Lagipula kedatanganmu semalam di pesta Nuri juga sudah menjawab semua pertanyaan dalah hati aku kok.”
“Virlie, aku minta maaf karena aku pergi ninggalin kamu tanpa pamit. Aku tau aku salah, tapi waktu itu aku pikir lebih baik kamu marah daripada kamu sedih.”
Dulu sehari sebelum Arman pergi, di sini, di taman ini, kami masih bercanda tertawa bersama. Aku tak tau apapun itu tentang rencananya pergi ke Amerika. Hingga pada akhirnya tak kutemukan dia di rumahnya pada hari berikutnya. Tante Anne waktu itu yang meminta maaf untuk tindakan Arman pergi tanpa memberitauku.
“Jadi kamu pikir aku nggak sedih gitu pas kamu pergi?”, suaraku mulai bergetar menahan agar air ini tak jatuh dari mataku.
“Aku bener-bener minta maaf Vir..”, dari suara Arman, aku tau dia benar-benar menyesal. Tapi semua sudah tak ada gunanya.
“Kamu gak pernah tau kan, hampir tiap hari aku nangisin kepergian kamu. Hampir setiap saat aku menunggu kabar dari kamu. Tapi semuanya sia-sia. Sia-sia Arman..”
“Vir, aku sayang sama kamu. Maafin aku..”
“Sayang.?? Kamu bilang sayang.?? Sayang tapi kamu ninggalin aku tanpa alasan gitu.?? Dan sekarang kamu balik mau ngasi penjelasan sama aku.?? Terus Nuri.?? Apa yang harus aku denger dari kamu tentang Nuri.??”, aku sudah tak tahan. Tangisku pecah.
“Aku sayang sama kamu, tapi aku tau kamu pasti marah sama aku. Jadi aku pikir kamu gak akan mau menerima aku lagi. Nuri..,aku tau dia temen kamu. Dari dia juga aku tau tentang kamu dan Vanno. Aku sengaja supaya aku tetep deket sama kamu saat aku kembali Vir..”
“Apa?! Jadi sekarang kamu mau nyakitin Nuri juga.?!”, aku tak bisa dengar Arman berkata seperti itu, meskipun aku bahagia ternyata dia juga sayang sama aku, tapi aku marah jika dia mempermainkan Nuri, yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.
“Arman…asal kamu tau sebenernya aku juga sayang sama kamu.. Aku sedih waktu kamu ninggalin aku tanpa memberi kepastian apa-apa. Tapi sekarang aku udah punya Vanno. Dia begitu baik dan sayang sama aku. Aku gak mau nyakitin Vanno dan aku juga gak mau kamu nyakitin Nuri..”
“Aku tau Vanno orang yang baik, dan dia gak akan ninggalin kamu seperti aku ninggalin kamu dulu. Aku akan terus belajar untuk sayang sama Nuri.. jadi kamu juga harus belajar sayang sama Vanno ya…”
Aku hanya bisa mengangguk saat Arman berkata seperti itu. Aku tak menyangka dia tau aku tak pernah benar-benar sayang sama Vanno. Arman benar, aku akan mulai belajar menyayangi Vanno dengan sepenuh hatiku.
Aku masih menangis. Arman memelukku, menghapus airmataku kemudian menciumku.
“Kita pulang sekarang?”, ajak Arman. Aku hanya mengangguk lagi.
Sampai di depan rumah kami masing-masing, untuk sekali lagi kami saling menatap dan tersenyum. Biarlah ini menjadi cerita cinta rahasia kami. Vanno dan Nuri tak perlu tau. Mereka tak pantas untuk kami sakiti setelah cinta tulus yang mereka berikan pada kami. Lagipula ini semua juga sudah berakhir. Paling tidak sekarang aku tau, rasaku dulu tak bertepuk sebelah tangan. Dari senyum Arman yang kulihat, aku tau dia punya pikiran yang sama denganku.
---
Belajarlah untuk mencintai orang yang tulus mencintaimu. Melangkahlah maju, jangan hanya hidup dalam bayang masa lalu. Karena itu hanya akan menyakiti orang yang ada di sekelilingmu. Masa lalu adalah sejarah. Tak dapat di ulang. Tapi bisa diperbaiki. Bukan untuk dilupakan. Tapi untuk disimpan rapi dalam perpustakaan hati. Sesekali perlu dibaca lagi untuk hidup yang lebih berarti. Menjadikan hidup lebih baik lagi dikemudian hari nanti.
^.^

Tidak ada komentar: