Minggu, 19 Oktober 2014

Mengapa Membosankan

Akhir-akhir ini aku merasa kita tlah berubah
Kita tak lagi sering saling bicara
Kita hanya ada, bersama, tanpa ada kata
Aku pikir itu karena dengan hanya bersama itu sudah bahagia
Tapi kini aku merasa kita tak lagi sama
Kita sudah membosankan

Dalam pikiranku sering bertanya ‘apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?’
Apa kamu juga merasa hal yang sama?
Kadang aku berpikir dulu lebih baik dari ini
Aku dan kamu lebih baik dari kita
Tapi aku yakin Tuhan tidak akan menitipkan rasa ini pada kita dengan sia-sia

Kita pernah berencana, mewujudkannya jadi nyata
Kita pernah jatuh lalu bangkit lagi bersama
Kita pernah saling terluka, saling mengobati dan sembuh bersama
Kita pernah bahagia
Setidaknya pada bulan-bulan pertama

Sebelum semua menjadi begitu membosankan
Dan kita dengan diam saling bertahan dengan pikiran kita masing-masing
Aku masih bertahan dengan ‘bagaimana aku tanpa kamu? Rasanya tidak akan mungkin aku mampu berjalan sendirian’
Kamu bertahan dengan…entahlah aku tak tau

Sampai kapan harus seperti ini
Saling menyakiti dalam sunyi
Ada yang bilang padaku bahwa kita harus belajar lagi
Belajar saling peduli
Belajar seperti waktu kita jatuh cinta pertama kali

Minggu, 30 September 2012

September Ends


Catatan di hari Minggu, 30 September 2012

Menu hari ini,
Ku mulai aktifitasku dengan sarapan sepiring pesan singkat, yang juga biasa dia kirim setiap pagi. Ditemani secangkir senyuman manisnya dalam khayalku.

Terik siang ini sungguh membuatku lelah, tapi setidaknya ada berbungkus-bungkus cemilan obrolan menarik setiap kali bersamanya.

Malam hampir tiba, suara ombak yang kami dengarkan bersama, sungguh sempurna.

Tambahan : Ada bingkisan kecil dari Tuhan tentang memori klasik yang terdiri atas Air, Lampu Kota, Bulan Purnama, dan Kamu… :3

Kelihatannya sangat lezat. Mari makan... \(^0^)/

Terima kasih. Mari lakukan yang terbaik dan buat lebih banyak lagi kenangan... :D

Senin, 30 Juli 2012

Saat Tak Terlupakan


Sayang… aku telah merencanakan sesuatu untukmu nanti. Sesuatu yang mungkin tak akan pernah kau lupakan untuk seumur hidupmu.

Sayang… aku akan mengepalkan tanganku, 'menonjok lembut' telak di wajahmu. Aku akan mencubit pinggangmu juga lengan mu dengan kencang. Tepat setelah ijab qabul kita nanti. Kau tahu mengapa sayang..???

Karena kau telah membuatku begitu lama menunggumu. Aku telah begitu sesaknya menahan kerinduan ini, kerinduan saat-saat kau mendatangiku dengan sebuah ikrar yang Allah menjadi saksinya. Kau tahu sayang… telah berlembar-lembar halaman hatiku habis hanya untuk menuliskan tanda tanya yang kian meresahkan. Membuat impuls – impuls di otakku terus bekerja memecahkan teka-teki silang yang belum juga terselesaikan hingga kehadiranmu.

Ah… kau begitu mengesalkanku… Maafkanlah sayang…

Sayang… Ketahuilah saat ijab qabul itu pula.. Sesungguhnya, bukanlah kekesalanku yang tumpah ruah.. melainkan letupan cinta yang telah susah payah aku jaga agar berlabuh pada waktu dan orang yang tepat.. yang tak bisa lagi ku bendung untuk bersegera menuai pahala…

Sesungguhnya merekah bunga cintaku yang begitu suci akan memancar di merah semu wajahku. Pancaran bahagia yang kau beri akan berbinar indah di mataku. Akankah kau menangkapnya..???

Sayang… kepalan tanganku saat itulah yang telah kuat menggenggam azzam untuk bersetia berbakti kepadamu atas perintah-Nya.

Lentik jemariku ketika mencubitmu saat itulah yang akan terus berpaut pada lenganmu juga pinggangmu dengan segenap cinta dan sayang. Menyayangimu, mencintaimu juga buah hati kita kelak atas nama cinta-Nya.

Sayang… Semoga semua itu tak kan terlupakan seumur hidupmu…

Sayang… Pahamilah atas ketidaksabaranku ini.. Sikap kekanak-kanakanku..

Karena sebenarnya aku pun sedang belajar untuk menjadi seorang isteri yang sholehah sekaligus ibu yang lembut saat bersama mu nanti.

Sayang… berjanjilah untuk tetap menempatkanku dekat di hatimu. Memberikan tangan kokohmu untuk memegangku kuat menuju Rabb kita.. Bukankah kita ingin bahagia disini dan disana nanti…

( Buatmu sayang… yang aku tak tahu siapa dan kapan datangnya… )

Selasa, 15 Mei 2012

Ketika Aku Datang dengan Sejuta Kata


Ketika aku datang dengan sejuta kata
Mungkin kamu heran dan tak langsung mengerti
Tapi tak mengapa karena begitulah puisi
Bukan tanpa makna
Hanya aku tak mampu berterus terang

Jika dalam senyumku ada kamu sebagai alasan
dalam tawaku selalu kamu sebagai karena
Maka, sedihku… dukaku…
Kuharap nanti terhapus hadirmu

Meskipun begitu aku hanya manusia biasa
yang masih seringkali teringat dia
Seseorang yang pernah menjadi bagian cerita
dimasa silam
Jangan kemudian kamu terluka
Aku hanya sedang bernostalgia
Bermain dengan kenangan

Berikan waktu sebentar lagi
Biarkan hujan membasahi
Kemudian membasuh luka
Dihatiku juga hatimu

Bersamamu menanti pelangi esok hari
Bukan aku tak bisa
Hanya masih mencoba
Bukan aku tak mau
Hanya masih malu
Hingga pagi datang, biarkan sepi menemani

Sederhana tulisan ini
untuk kamu baca
Sesederhana doamu pada Tuhan
Akupun demikian
Berharap segala yang terbaik bagi
Aku…kamu…kita…

Jika kemudian Tuhan menjawab
Bulan akan mampu bicara
Bintangpun berbisik
Cinta akan terukir di antara kita

Sabtu, 21 April 2012

Terima Kasih Cinta


Setulus hati kuucap terima kasih
Untukmu yang sudi mencintaku
Meski aku tak berkata apa
Kamu masih saja setia

Saat ini yang kamu tau adalah sisi baikku
Tapi suatu saat nanti aku harap kamu sedia
terima pula sisi burukku

Terima kasih sudah menungguku
Kelak kuharap kamu juga akan relakan
seluruh waktumu untukku
Dan aku tau menunggu itu adalah sesuatu
yang sangat menyebalkan
Apalagi ketika kita tau apa yang kita tunggu
itu tidak akan pernah datang
Mungkinkah kamu akan tetap menunggu.?

Aku tidak akan menyalahkanmu jika suatu
hari nanti kamu lelah dan memutuskan untuk pergi
Setidaknya sebelum kamu pergi.,
Kamu tau aku sudah mencoba

Terima kasih untuk segala kasih, sayang dan cinta
yang kamu beri
Juga kenangan yang mungkin nanti akan kamu tinggalkan...

Kamis, 05 April 2012

Manusia Munafik, Angin, dan Daun Kering


Sore ini, mendung menyapu cahaya mentari hingga gelap, pekat.

Aku yang sejak pagi punya antusias untuk menikmati hari Kamis setelah waktuku kemarin habis hanya untuk menanti… Kemudian gelapnya pekat yang dicipta sang Maha Kuasa bagi tempat kakiku berpijak, mampu merasuk hatiku…
Menembus…
Merayu…
Merajuk…
Merusak…
Meluluh lantakkan dan menjatuhkan aku ke tempat entah di mana ini.

Sebuah lorong gelap, panjang, yang tak pernah ku tau ke mana akhir dari lorong ini. Dan sialnya, kosong. Aku sendiri. Berteman sepi.
Ku coba untuk bertarung dengan panjangnya lorong ini. Berjalan lurus kemudian belok kanan, lalu ke kiri, ke kiri lagi, lurus lagi, dan entah sudah berapa mil jauhnya lorong ini aku telusuri. Masih saja gelap. Ke mana lagi sekarang? Sudah tidak mungkin untuk kembali ke titik awal ku tadi.

Tiba-tiba saja angin menepuk pundakku pelan. Meski berbisik, aku masih bisa mendengarnya, “Ikuti aku, dan kamu tidak akan tersesat”.

“Haruskah aku percaya padamu?”

“Tidak ada yang mengharuskanmu. Kamu punya pilihanmu sendiri.”

“Lalu, akan kamu bawa aku ke mana?”

“Jika ingin tau, maka ikuti saja.”

Aku berjalan lagi, kali ini dibimbing sang Angin. Kami berjalan lurus, kemudian belok kanan, lalu ke kiri, ke kiri lagi, lurus lagi, dan entah sudah berapa mil jauhnya lorong ini kami telusuri.

Aku mulai melihat cahaya di ujung sana. Aku berlari dan akhirnya aku bisa terbebas dari jeratan lorong panjang.
Tapi kemudian aku tersadar dari bahagia sesaatku, karena kini aku rasa aku sudah benar-benar tersesat. Aku tak tau di mana aku berada sekarang. Aku melihat sekelilingku dan kemudian kutemukan sebatang pohon di sana.

Angin yang tadi menuntunku ke tempat terasing ini, menampar keras daun kering pohon itu hingga gugur terjatuh.
Jatuh tepat di kakiku. Ku pungut dia.

“Apa kamu baik-baik saja?”, tanyaku.

“Apa kamu akan merasa baik-baik saja setelah jatuh dari ketinggian harapanmu?”, daun itu menjawabku dengan pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan. “Tapi aku lebih baik darimu, meski aku jatuh, pohonku akan menumbuhkan daun-daun baru yang lebih baik dariku.”

Aku merasa tertampar mendapat petuah tersirat dari daun kering yang baru saja jatuh tepat di bawah kakiku.
Kemudian aku berbalik marah pada angin yang menjatuhkan daun kering, “Kenapa kamu tega berbuat jahat seperti itu pada daun yang sudah kering dan lemah tak berdaya?”

“Kenapa kamu harus marah padaku? Apa kamu sedang menutupi malumu karena kamu tidak lebih baik dari daun kering? Daun itu saja ikhlas aku jatukan, tidak marah dan justru merasa bersyukur karena akan digantikan oleh daun-daun muda yang lebih baik darinya.”

Jawaban Angin pun membuatku tak kalah tertohoknya dari jawaban Daun Kering tadi, “Lalu kenapa tadi kamu menolongku, jika pada daun kering saja kamu menjatuhkan?”

“Karena aku sama sepertimu.”

“Maksudmu?”

“Jangan berpikir bahwa kamu ini orang baik, karena kamu sebenarnya adalah manusia munafik yang sedang berpura-pura baik. Nikmati saja peran protagonismu saat ini. Tapi ingatlah! Suatu hari kamu juga tak akan bisa menghindari sifat antagonis yang kamu miliki. Adakalanya kamu juga harus menikmati peran antagonismu.”

Aku berusaha mencerna apa yang dimaksud Angin. Sampai akhirnya aku pusing dan tertarik suatu magnet hingga terlempar di atas tanah keras lapang luas, yang semakin lama aku rasa semakin sempit menghimpit tapi terasa lebih lunak.
Aku menutup mata.
Lalu saat aku membuka mata, aku sudah berada di kamarku sendiri. Di atas tempat tidurku. Entah siapa yang memindah ku dari atas tanah keras lapang luas tadi ke sini.

Selasa, 20 Maret 2012

Something what I want to Write in 20.03.2012 21.57

Mengingat saat kita bertemu, semua terasa biasa saja. Sampai kemudian hadir dia yang membuat kita semakin dekat. Sedang kebersamaan kita, hanya kita yang tau.

Hari-hari yang kulalui bersamamu dipersembunyian dari mata mereka, membuatku selalu penuh tanya apa sebenar perasaan dalam hatimu itu untukku.??, tapi tak pernah kutemu jawab atas tanyaku itu.

Membaca sebuah catatan, hati ini mengharap. Tapi, satu per satu kenyataan tentang masa lalumu muncul dihadapanku membuatku meragu.

Sedih rasa ketika kini aku mulai sadar bahwa ini hanya terjadi padaku dan tidak denganmu. Satu per satu yang kusangkakan sebuah pertanda ternyata hanyalah biasa saja bagimu.

Aku tau aku harus berhenti sekarang. Tapi tau yang kumaksud tidak berarti aku bisa. Saat ini, jika ternyata memang aku yang salah menerima sikapmu, aku bisa mengerti. Jika kamu tak pernah menganggap ini serius, aku juga mengerti. Dan seandainya aku benar dan suatu saat nanti berbalik terjadi padamu, karena diakhir sebuah drama pasti akan ada karma, aku masih bisa mengerti dan menanti.

Namun, apabila saat itu tiba, saat aku mampu menghapus seluruh rasaku untukmu, itulah saat dimana kamu yang harus mengerti aku.

Kamu yang kumaksud adalah kamu..ya, kamu. Berharap kamu nanti atau mungkin saat ini sedang membaca tulisanku. :D

Minggu, 18 Maret 2012

Saat Cinta Menyapa


Saat cintamu datang menyapa
Aku tak tau harus berbuat apa
Karena hati ini masih saja menuju ke jalannya
Meskipun itu tetap tak mungkin meraih dia

Jatuhku teramat dalam
Lukaku teramat sangat
Kecewaku tak terhingga

Kesakitanku…
Penolakanku…
Saat terpurukku…
Masih saja membuatmu bertahan

Mungkinkah kamu yang akan menjadi penawar
dari segala sakit yang kurasa karena dia.??

Namun entah pikiran apa yang merasuk
Hingga aku masih meragu
Ingin aku mengungkap rasa hati yang mengharap
Tapi aku tak kuasa hadapi mereka
yang mungkin tak terima jika kita bersama
Aku yang tak mau mendengar mereka bicara kita
Aku yang tak sanggup menerima mereka
yang ada di sekitarmu
Aku tak mau apa yang mungkin seseorang rasakan
dihari-harinya karenamu juga akan kurasakan nantinya

Aku tak ingin kamu luka
Tak jua ingin kamu kecewa
Jika begitu…
Harus aku yang bersiap mati.???